Apapun yang Allah ciptakan di dunia ini pasti terdapat hal yang dapat dipetik, dipelajari dan diamalkan. Tidak terkecuali dengan tiga jenis binatang kecil yang menjadi nama surat dalam Alquran. Tiga binatang kecil diabadikan oleh Allah menjadi nama surah, yaitu al-Naml ( semut), al-‘Ankabut (laba-laba), dan al-Nahl (lebah). Ketiga binatang ini masing-masing memiliki karakter dan sifat, sebagimana digambarkan oleh al-Qur’an. Dan hal itu patut dijadikan pelajaran oleh manusia.Ketiga binatang itu mempunyai ciri-ciri yang khas dan unik. Mari kita perhatikan satu persatu dan bisa mengambil pelajaran darinya.
Sifat dan Budaya Semut
Semut seperti kita ketahui adalah binatang yang hidup secara berkoloni atau berkelompok. Apa yang dilakukan semut tiap harinya? Tentu saja pekerjaan semut menghimpun makanannya sedikit demi sedikit tanpa henti. Karena ketamakannya menghimpun makanan, binatang ini berusaha dan sering berhasil memikul sesuatu yang lebih besar dari badannya. Konon, binatang ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun sedangkan usianya tidak lebih dari satu tahun. Kelobaanya sedemikian besar sehingga ia berusaha memikul sesuatu yang lebih besar dari badannya, meskipun sesuatu tidak itu tidak berguna baginya.
Itulah sifat semut yang selalu serakah dalam mencari harta dan menumpuk-numpuknya. Sama halnya dengan manusia yang dalam fikirannya hanya ada harta, harta, dan harta saja. Ia tidak pernah memikirkan yang lainnya. Sifat manusia seperti ini diibaratkan seperti sifat koloni semut.
Di zaman ini jelas ada yang berbudaya seperti semut: menumpuk dan menghimpun ilmu (tanpa mengolahnya) dan materi (tanpa disesuaikan dengan kebutuhannya). Budaya semut adalah “budaya mumpung”.
Sifat dan Budaya Laba-Laba
Lain lagi dengan Laba-laba. Laba-laba adalah binatang dengan sarang paling rapuh (QS 29:41). Meski demikian, sarang ini bukanlah tempat yang aman. Binatang kecil apa pun yang tersangkut di sana akan terjebak, disergap pemiliknya, lalu tewas.
Orang berbudaya seperti budaya laba-laba sangat merugikan orang lain dan tidak mensyukuri nikmat yang telah didapatkannya, ia tidak lagi berpikir tentang sekitarnya dan mereka tidak lagi membutuhkan berpikir apa, siapa, kapan, dan di mana. Apa yang ia pikirkan hanyalah untuk kepentingan dan kesenangan pribadi. Orang yang “berbudaya seperti laba-laba”, mempunyai sifatnya boros. Budaya ini juga banyak terjadi di kalangan masyarakat modern. Mereka cenderung menyerap produk-produk baru yang belum tentu dibutuhkan.
Sifat dan Budaya Lebah
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”.(68)
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.(69)
Ayat tersebut diatas mengisyaratkan bahwa lebah memiliki insting yang dalam bahasa Allah disebut “atas perintah Tuhan, ia memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal”. Lebah sangat disiplin dalam pembagian kerja. Segala hal yang tidak berguna disingkirkan dari sarang. Dia tidak akan menggangu kecuali ada yang menggangunya, bahkan sengatan lebah pun bisa dijadikan obat.
Budaya ini harus jadi cermin bagi seorang Muslim karena budaya lebah tidak merusak dan tidak merugikan orang lain, bahkan sangat dibutuhkan. Budaya lebah diibaratkan Nabi saw sebagai “Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali bermanfaat dan berguna bagi orang lain, dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya.”
Menurut Harun Yahya, jika dicermati lebih jauh lagi, lebah memiliki keunikan dan keajaiban yakni :
1. Dari keragaman spesies dan habitatnya
Lebah madu terdiri dari beberapa spesies dengan ciri fisik dan “tempat mangkal” yang saling berbeda: ada Apis dorsata atau lebah hutan, yang di sunda disebut odeng, dengan daerah penyebaran disekitar wilayah sub-tropis dan tropis Asia seperti Indonesia (dari Sumatra sampai papua), Filiphina dan sekitarnya. Selain itu, Apis laboriosa yang bisa dijumpai didaerah pegunungan Himalaya.
2. Dari sifat polimorfofisme yang betul-betul bhineka.
Setiap anggota koloni memiliki keunikan antomis, fisiologis, dan fungsi biologis yang sangat berbeda. Selain ada betina yang kelak menjadi ratu (queen) dan jantan (drone), ada juga kelompok lebah pekerja (worker bees), yang sebenarnya adalah betina namun organ reproduksinya tidak berkembang sempurna. “Pencetakan” jenis kelamin ini sendiri telah disadari jauh-jauh hari, bahkan sejak masih dalam fase awal telur. Setelah kawin, lebah ratu akan mengelilingi sarang untuk mencari sel-sel yang masih kosong.
Untuk mengeluarkan sebutir telur, diperlukan waktu 0,5 menit. Setelah mengeluarkan 30 butir, sang ratu akan istirahat 6 detik untuk makan-diletakkannya didasar sel. Telur calon lebah pekerja disimpannya dibagian sel berukuran kecil, tutup yang rata, dan paling banyak jumlahnya. Sementara telur calon lebih jantan ditempatkan di sel yang ukurannya agak lebih besar, dengan tutup menonjol serta terdapat titik hitam ditengahnya. Ada pun telur calon ratu ditempatkan di sel paling besar, tak teratur dan biasanya terletak dipinggir sarang
3. Dari sisi tatanan kehidupannya
Lebah merupakan insektisida sosial yang senantiasa hidup gotong royong dan saling ketergantungan. Pembagian tugas dan organisasinya sangat teratur, tertib, dan disiplin atas kesadaran diri untuk mencapai prestasi seoptimal mungkin sehingga kelangsungan dan kesanggupan membentuk koloni sangat kuat. Disamping ada tugas individual, ada juga tugas lain yang di embang secara bersama-sama, yaitu menjaga sarang dari serangan musuh.
4. Mengonsumsi makan yang baik, menghasilkan yang kalah baiknya
Hampir semua tanaman berbunga merupakan ladang bagi lebah. Dari sana hewan ini mengambil nectar, sebuk sari (pollen) dan air. Nectur adalah suatu senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar nectecfier tanaman dalam bentuk larutan dengan konsentrasi gula bervariasi, mulai 5% sampai 70% atau lebih. Satu koloni lebah madu membutuhkan sekitar 50kg tepung sari pertahun. Sekitar separuh dari tepung sari tersebut digunakan untuk makanan larva. Adapun unsur yang dihasilkan, selain madu, yang dipercaya bisa dijadikan makanan dan obar bagi sekian banyak penyakit, terdapat pula royal helly, bee pollen, lem atau propolis, lilin lebah atau malam (besswax), serta racun lebah (bee venom atau apitoxin)
5. Pekerja keras
Lebah pencari pakan merupakan lebah pekerja “paling senior” sekaligus tergesit, dengan kecepatan terbang mencapai 65Km perjam, bisa menempuh jarak 46Km nonstop. Bila sedang membawa nektar, kecepatannya tinggal 30Km perjam dengan kecepatan getaran sayap sebanyak 250kali perdetik. Untuk mengampulkan 1kg madu, seekor lebah harus mengadakan perjalanan 90.000-180.000 kali dan mengunjungi banyak bunga sebelum pulang ke sarang. Ini berarti, jika setiap perjalan menemuh jarak 3Km pulang pergi, seekor lebah menempuh jarak 3x (90.000 – 180.000) km untuk menunaikan tugasnya itu.
6. Cara komunikasi yang khas
Selain melalui feromon – senyawa kimia yang dihasilkan dari kelenjar hipofarink ratu lebah yang berfungsi mengatur aktifitas lebah-lebah pekerja, lebah utamanya dilakukan lebah pekerja mampu berkomunikasi lewat tarian.
Saat seekor lebah pemandu (scout) mendapat sari bung, ia akan melakukan gerakan dalam tarian seperti mengibaskan perut ditengah kerumunan lebah lainnya. Lewat isyarat itu, lebah-lebah pekerja lain dapat mengetahui posisi sumber makanan dimaksud tanpa kesulitan.
7. Arsitek cermat
Lebah membangun sarangnya dalam bentuk sel-sel heksagonal (segi enam). Disamping sebagai bentuk “gudang” paling efektif untuk menyimpan madu, mesti diakui, bentuk ini pun dapat memerangkap lebah banyak oksigen dan unsur lainnya yang mereka perlukan dibanding bentuk geometris lain, semisal lingkaran atau segi empat. Pembangunan sarang itu sendiri dimulai dari sudut-sudut yang berbeda hingga akhirnya bertemu secara tepat ditengah.
8. Tidak mengganggu kecuali diganggu
Lebah kecuali yang jantan dibekali senjata andalan berupa sengat berduri, dengan racun didalamnya. Bagi yang dipersensitif, setiap sengatan dapat menyebabkan reaksi serius. Walau bagi yang tidak hipersensitif, tidak akan menimbulkan damak apa-apa. Beruntung lebah jarang menggunakannya untuk menggangu. Baginya, senjata tersebut berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri manakala diusik.
Dari budaya ketiga binatang itu, mana yang paling sesuai buat Anda? Jangan malu untuk mengaku pada diri sendiri. Jika kita tergolong pengikut budaya semut dan lebah, mari kita bersegera untuk selalu introspeksi diri. Semoga bermanfaat…
sumber gambar : https://www.islampos.com
0 Comments