Tafsir Surat Al Maidah Ayat 51 Terkait Pemimpin Non Muslim
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim” (QS. Al Maidah: 51)

Lalu Ibnu Katsir menukil sebuah riwayat dari Umar bin Khathab, “Bahwasanya Umar bin Khathab memerintahkan Abu Musa Al Asy’ari bahwa pencatatan pengeluaran dan pemasukan pemerintah dilakukan oleh satu orang. Abu Musa memiliki seorang juru tulis yang beragama Nasrani. Abu Musa pun mengangkatnya untuk mengerjakan tugas tadi. Umar bin Khathab pun kagum dengan hasil pekerjaannya. Ia berkata: ‘Hasil kerja orang ini bagus, bisakah orang ini didatangkan dari Syam untuk membacakan laporan-laporan di depan kami?’. Abu Musa menjawab: ‘Ia tidak bisa masuk ke tanah Haram’. Umar bertanya: ‘Kenapa? Apa karena ia junub?’. Abu Musa menjawab: ‘bukan, karena ia seorang Nasrani’. Umar pun menegurku dengan keras dan memukul pahaku dan berkata: ‘pecat dia!’. Umar lalu membacakan ayat: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim‘” (Tafsir Ibni Katsir, 3/132).
Jelas sekali bahwa ayat ini larangan menjadikan orang kafir sebagai pemimpin atau orang yang memegang posisi-posisi strategis yang bersangkutan dengan kepentingan kaum muslimin.
Dalam pandangan mereka, apabila kita diberi kewenangan untuk menentukan/memilih seseorang untuk menduduki jabatan tertentu, yang berpengaruh bagi kemaslahatan umum, maka pilihlah orang Islam yang taat sebagai pilihan kita, agar amanah bisa terjaga. Memilih seorang pemimpin di sini menurutnya entah kepala desa, camat, bupati, gubenur ataupun presiden, maka bila memungkinkan pilihlah dari kalangan mukmin yang taat, agar amanah bisa terjaga.
Jika ditelusuri secara etimologi, maka makna kata وَلِيٌ – أَوْلِيَاء yang dimaksudkan dalam ayat-ayat tersebut, pengertiannya dalam kamus-kamus adalah sebagai berikut:
- Al-Quran Terjemahan Depag RI sebagai termaktub di atas: Pemimpin dalam QS.al-Maidah 51, pelindung dalam QS. AL Anfaal:73, dan diartikan tetap “wali” pada QS Ali Imran 28 dengan diberi catatan: “Wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong”.
- Kamus al-Muhith diterangkan dengan makna sama yaitu teman akrab, yang dicinta, penolong, jika ia menjadi kata benda, apabila menjadi mashdar artinya kekuasaan dan penguasa [sumber]
ISTIMEWAA
siip..trimaksih
no comment saja :)
Yang penting asal kita NGERTI aja maksud dan tujuan surah tersebut..asal jgn lewat surah ini ditunggangi oleh elit politik yang ingin mencari kekuasaan lalu menjadikan surah ini sebagai senjata saling menjatuhkan..ya kan Kang..soalnya AGAMA bukan untuk berpolitik tapi mencari bagaimana caranya kita agar TAAT pada ALLAH SWT..ahhahayy
Wah ...adem kang rasanya...ngelongok kang
...heee